Kamis, 12 Januari 2012

Refleksi dan Resolusi


Menjelang pergantian tahun, banyak pihak melakukan refleksi, yakni renungan yang jujur dan mendalam mengenai diri kita sebagai umat maupun bangsa. Refleksi diperlukan untuk mengidentifikasi apa yang telah dilakukan, capaian (prestasi), dan tak kalah pentingnya adalah rapor merah, kegagalan, atau hal-hal yang meleset dari sasaran (target).

Dalam bahasa agama, refleksi itu dinamakan muhasabah, yaitu renungan yang berisi evaluasi diri dengan harapan agar kita lebih baik, bukan bertambah buruk, di masa depan. Umar bin Khattab berkata, "Buatlah perhitungan mengenai dirimu, sebelum kamu dihitung, dan timbanglah (amalmu) sebelum kamu ditimbang. (Sunan Tirmidzi dan Mushannaf ibn Abi Syaibah).

Dalam Ihya' Ulum al-Din, Imam Ghazali mengusulkan agar refleksi (evaluasi diri) dilakukan menyangkut tiga hal. Pertama, berkenaan dengan hal-hal yang diperintah atau kewajiban-kewajiban (al-mafrudhat). Kedua, berkaitan dengan hal-hal yang dilarang (al-muharramat), yaitu dosa-dosa dan maksiat. Keduanya berkaitan erat dan tak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Sebab, takwa, menurut Ghazali, terdiri atas dua sisi; sisi tindakan (al-fi`l) dan pengendalian (al-kaff). Seorang tak dapat bertindak produktif bila ia tidak mampu melepaskan diri dari hal-hal yang destruktif.

Lalu, ketiga, evaluasi terhadap umur (waktu), yaitu usia atau perjalanan hidup yang sudah dilalui. Evaluasi ini penting agar manusia menyadari modal paling berharga yang diberikan oleh Allah dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Di sini kita disuruh pandai mengatur waktu (time management), menguasai, dan mengendalikannya (time mastery) untuk ibadah dan amal saleh. (QS al-Ashr [103]: 1-3).

Refleksi penting dengan dua syarat. Pertama, dilakukan dengan jujur dan penuh tanggung jawab. Tanpa kejujuran, refleksi selain kurang berguna juga bisa menyesatkan. Kedua, ada tindak lanjut, yaitu rekomendasi, atau lebih tepatnya resolusi, yaitu keputusan besar dan berani yang harus diambil dan dilakukan untuk meraih sukses di masa depan. (QS al-Hasyr [59]: 18).

Resolusi sebagai tindak lanjut dari refleksi, merujuk pada ayat di atas, harus memuat tiga hal pokok. Pertama, kita perlu memiliki visi dan pandangan yang jauh ke depan. Berbeda dengan orang kafir, orang mukmin memiliki visi yang sangat jauh, tak hanya antargenerasi, tetapi lintas batas, transnasional, bahkan transdunia.

Kedua, sesuai visi tersebut di atas, kita perlu memiliki rencana-rencana besar dalam hidup yang dalam bahasa modern dinamakan (strategic plan). Tanpa rencana-renaca yang baik, apa yang kita alami dalam hidup hanyalah kebetulan-kebetulan belaka. Keberhasilan perlu direncanakan karena kalau tidak, kita harus siap menerima kegagalan.

Ketiga, agar tidak mengulang kegagalan di masa lalu, kita perlu mengetahui jalan keberhasilan. Dalam Islam, jalan keberhasilan itu tak lain adalah jalan takwa, bukan jalan kesesatan (fujur). Menurut Alquran, siapa menempuh jalan takwa, ia akan meraih suskes. (QS al-Syams [91]: 9). Jadi, setiap refleksi harus diikuti dengan resolusi. Tak bisa tidak. Wallahu a`lam. 
Oleh Dr A Ilyas Ismail

Jumat, 30 Desember 2011 pukul 08:25:00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar